Tradisi Ruwahan Menjelang Bulan Ramadhan

    Tradisi Ruwahan Menjelang Bulan Ramadhan
    Tradisi Ruwahan Menjelang Bulan Ramadhan

    Catatan tradisi: KP Norman Hadinegoro.

    Jakarta, Maret 2023.

    Ruwahan berasal dari kata “Ruwah” merupakan bulan urutan ke tujuh, dan berbarengan dengan bulan Sya’ban tahun Hijriyyah.

    Kata Ruwah sendiri memiliki akar kata “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang.
    Konon dari arti kata arwah inilah bulan dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur.
    Ruwahan dilakukan sepuluh hari sebelum bulan Puasa (Ramadhan). Pada tradisi ini sejumlah ritus digelar menurut tradisi dan adat di tiap masing-masing daerah atau pedukuhan.

    Acara dimulai dari acara nisfu syaban, arak-arakan keliling kota, besrik (bersih desa) yang diiringi slamatan kecil lalu kenduren di malam hari. Keesokan paginya dilakukan nyadran, hingga berakhir pada acara padusan tepat di penghujung hari menjelang Puasa.

    Tradisi ini pada intinya melambangkan kesucian dan rasa sukacita memasuki ibadah puasa yang merupakan bentuk iman kesalehan individual dan kolektif.

    Baca juga: Filosofi Semar

    Tradisi Megengan
    Tradisi megengan biasanya berlangsung seminggu sebelum Puasa. Tradisi ini dilaksanakan dengan cara mengirim makanan kepada keluarga dan tetangga. Jenis makanannya bisa beraneka ragam seperti : Nasi tumpeng, iwak ingkung, keper, thontho, gereh pethek, tempe, serta akan tetapi tiga jenis makanan yang tidak boleh ditinggalkan yaitu ketan, kolak, dan apem.
    Masing-masing jenis makanan ini mempunyai arti dan makna tertentu.
    * Ketan, makanan ini merupakan simbol eratnya tali silaturahmi.
    * Kolak, makanan yang diolah dengan menggunakan santan yang manis, melambangkan hubungan kekeluargaan yang selalu harmonis dan bahagia.
    * Apem, makanan yang mempunyai arti kesediaan untuk saling memaafkan.

    Tradisi megengan ini ternyata tidak hanya menjaga hubungan sosial tetapi juga turut memutar roda perekonomian. Kebutuhan masyarakat akan bahan makanan untuk megengan ini memunculkan pasar kaget ruwahan dikota-kota santri di Jawa. Karena banyaknya orang berkumpul, serta suasana yang meriah membuat pasar kaget ini menjadi satu acara yang menarik, seperti halnya Dugderan di Semarang atau Dhandangan di Kudus. Tak heran tradisi ruwahan ini membuat orang yang tinggal di luar daerah, selalu rindu untuk pulang atau biasa disebut mudik ruwahan.

    sukabumi jabar
    Aa Ruslan Sutisna

    Aa Ruslan Sutisna

    Artikel Sebelumnya

    Prabowo Diangkat Jadi Warga Kehormatan Kopasgat...

    Artikel Berikutnya

    Danramil Parakansalak Libatkan Semua Unsur...

    Berita terkait

    Rekomendasi berita

    Panglima TNI Paparkan Kesiapan Dalam Mendukung Pilkada Serentak dan Pencapaian Asta Cita
    Bhabinkamtibmas Polsek Ciemas Polres Sukabumi Giatkan Sambang Warga di Desa Ciwaru untuk Ciptakan Keamanan dan Ketertiban
    Pantauan Liputan Media dalam 1 Bulan Terhadap 18 Anggota Dewan Asal Sumatera Barat atau 'Parle 18'
    Bhabinkamtibmas Polsek Ciemas Polres Sukabumi Gelar Patroli Dialogis di Desa Mandrajaya, Sosialisasikan Keamanan dan Kamtibmas
    Bhabinkamtibmas Tamanjaya Polsek Ciemas Polres Sukabumi Ajak Jamaah Jaga Kamtibmas dan Dukung Pencegahan Stunting

    Tags